Jumat, 14 Desember 2012

Sad Darsana


Responding Papers
Topik VIII
(Sad Darsana) Yoga
Pemakalah : Faur Rasyid
Diperesentasikan pada kamis, 8 November 2012
Dosen : Ibu Siti Nadroh







Prodi Perbandingan Agama
Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
2012





1.      Pendahuluan
Ilmu Filsafat adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana caranya mengungkapkan nilai-nilai kebenaran hakiki yang dijadikan landasan untuk hidup yang dicita-citakan. Demikian halnya ilmu filsafat yang ada di dalam ajaran Hindu yang juga disebut dengan Darsana, semuanya berusaha untuk mengungkapkan tentang nilai-nilai kebenaran dengan bersumber pada kitab suci Veda.
Sistem filsafat india terdiri dari dua golongan, yaitu: golongan astika (ortodoks) dan dolongan nastika (heterodoks). Yang termasuk golongan astika ialah golongan yang mengakui kedaulatan weda, sedangkan golongan nastika ialah golongan yang tidak mengakui kedaulatan weda. Adapun yang termasuk golongan astika diantaranya yaitu: nyaya, waisesika, sankhya, yoga, purwa mimamsa, dan uttara mimamsa atau wedanta. Golongan yang termasuk dalam Nastika yaitu: Carvakas, Buddhis, Jaina. Disini penulis akan membahas salah satu dari sad darsana, yaitu Yoga
2.      Pembahasan
A.    Pengertian, Tokoh, Penjelasan isi Yoga sutra
Pengertian
Yoga berakar dari kata Yuj yang berarti berhubungan, yaitu bertemunya roh individu (atman/purusa) dengan roh universal (paramatman /Mahapurusa).[1]  Dalam sumber lain disebutkan bahwa yoga berarti hubungan, yaitu hubungan antara roh yang berpribadi dengan roh yang universal yang tidak berpribadi. Tetapi penghimpunnya mengartikan Yoga sebagai Cittawrtti nirodha yaitu penghentian geraknya pikiran.[2] Yoga merupakan pengendalian aktivitas pikiran dan penyatuan roh pribadi (atma) dengan roh tertinggi (paramatman), serta melalui diskriminasi yang benar antara purusa dan prakrti. Yoga sebagai suatu cara untuk mengontrol pikiran, agar kesadaran yang biasa berubah menjadi kesadaran luar biasa, sebagai bukti bahwa orang telah mendapatkan pengamatan mistis.[3]
Secara metafisika Yoga Darsana sangat dekat dengan Samkhya Darsana. Ini dikarenakan, Yoga Darsana menerima 25 prinsip (tattwa) yang diajarkan dalam Samkhya. Ke-25 prinsip itu adalah: purusa, prakrti, mahat/buddhi, ahamkara, manas, 5 jnanendriya, 5 karmendriya, 5 tanmatra, dan 5 mahabutha. Hanya saja mahat/buddhi, ahamkara dan manas dalam yoga digabung diganti dengan istilah citta.
Citta yang terdiri dari mahat/buddhi, ahamkara dan manas disebut sebagai antahkarana (alat batin). Yoga Darsana lebih praktis daripada sistem filsafat Samkhya. Yoga dipandang sebagai penerapan atau praktek dari filsafat Samkhya. Berbeda dengan Samknya yang lebih banyak berteori, Yoga lebih mengedepankan praktek-praktek melalui Astangga Yoga. (Astangga Yoga akan dibahas berikutnya).[4]
Tokoh
Pendiri sistem ajaran Yoga ialah Rsi Patanjali. Beliaulah pendiri sistem ajaran Yoga, walaupun unsur-unsur ajarannya sudah ada sebelum karyavtulis ini. Kemudian menyusullah buku-buku komentar atas ajaran beliau seperti Byasa-bhasya tulisan Byasa Nitti tulisan Bhojaraja dan lain-lain.[5]
Penjelasan Isi Yoga Sutra
Karya pertama dari ajaran ini ialah Yoga sutra, tulisan dari Rsi Patanjali.[6]
Seluruh kitab Yoga sutra karya Rsi Patanjali itu di bagi atas empat bagian dengan 194 sutra. [7]
Bagian-bagian Yoga yaitu:[8]
1.      Samadhi-pada, tentang sifat, tujuan dan bentuk ajaran yoga yang menjelaskan adanya perubahan-perubahan pikiran dalam melakukan yoga.
2.      Sadhana-pada, tentang tahapan-tahapan pelaksanan yoga, cara mencapai samadhi dan pahala yang akan didapat oleh mereka yang telah mencapai samadhi.
3.      Wibhuti-pada, tentang hal-hal yang bersifat bathiniah, kekuatan bathin yang didapat oleh mereka yang melaksanakan yoga.
4.      Kaiwalya-pada, tentang alam kelepasan dan keadaan jiwa yang telah dapat mengatasi keterikatan pada keduniawian
Tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan yoga adalah pencapaian moksa melalui kesadaran yang disebut sebagai "wiwekajnana" yaitu pengetahuan tentang apa yang salah dan apa yang benar menurut ajaran Hindu. Sebagaimana telah diuraikan dalam Jnana Marga, maka dapatlah dikatakan bahwa Jnana Marga adalah dasar fundamental bagi Yoga Marga, karena untuk mencapai kesadaran Wiwekajnana para siswa haruslah mempelajari Weda, Upanisad, Smrti, Itihasa dan Purana. Hal ini ditegaskan oleh Maharsi Patanjali bahwa kelepasan dari ikatan duniawi dapat dicapai melalui pengetahuan langsung terhadap perbedan atman/jiwa dengan hal-hal yang bersifat jasmani seperti badan, pikiran dan sifat ke-akuan kemudian mewujudkannya melalui pengendalian fungsi indria, pengendalian pikiran, dan pengendalian "aku".[9]
B.     Etika Yoga dan Astangga Yoga
Etika Yoga
Dalam filsafat Yoga maka Yoga berarti penghentian kegoncangan-kegoncangan pikuran. Ada lima keadaan pikiran itu. Keadaan p[ikiran itu ditentukan oleh intensitas sattwa, rajas, dan tamas.[10] Kelima keadaan pikiran itu ialah:
1.      Ksipta, tidak diam-diam
Dalam keadaan ini pikran ittu di ombang-ambingkan oleh rajas dan tamas dan ditarik-tarik oleh obyek indriya dan sarana-sarana untuk mencapainya. Pikiran melompat-lompat dari satu objek ke objek lain tanpa terfokus pada satu objek.
2.      Mudha, lamban dan malas
Ini disebabkan oleh pengaruh tamas yang menguasai alam pikiran. Akibatnya orang yang alam pikirannya demikian cenvderung menjadi bodoh, senang tidur, dan sebagainya.
3.      Wiksipta, bingung, kacau
Hal ini disebabkan oleh pengaruh rajas. Karena pengaruh ini pikiran mampu mewujudkan semua objek dan mengarahkannya pada kebajikan, pengetahuan, dan sebagainya. Ini merupakan tahap pemusatan pikiran pada suatu objek, namun sifatnya sementara sebab akan disusul lagi oleh kekuatan pikiran.
4.      Ekagra, terpusat
Disini Citta terhapus dari cemmarnya rajas sehingga sattwa lah yang berkuasa atas pikiran. Ini merupakan awal pemusatan pikiran pada suatu objek yang memungkinkan ia mengetahui alamnya yang sejati sebagai persiapan untuk mengehentikan perubahan-perubahan pikiran.
5.      Niruddha, terkendali
Dalam hal ini berhentilah semua kegiatan pikirran, hanya ketenanganlah yang ada.
            Ekagra ddan Nirudha merupakan persiapan dan bantuan untuk mencapai tujuan akhir yaitu kelepasan.ekagra bila dapat berlangsung terus menerus disebut samprajnata yoga atau meditasi yang di dalam nya ada perenungan kesadaran akan suatu objek yang terang. Tingkatan Niruddha juga disebut asaniprajnata yoga, karena semua perubahan dan kegoncangan pikiran terhenti, tiada satupun diketahui oleh pikiran lagi. Ddalam keadaan demikian tak ada riak-riak gelombang sekalipun pada permukaan alam pikiran atau citta itu. Inilah yang dikatakan dengan orang samadhi yoga.
            Dalam empat macam Samprajna yoga menurut jenis objek renungannya, ke empat jenis itu adalah:
1.      Sawitarka, bila pikiran itu dipusatkan pada suatu bobjek benda kasar sepertti arcadewa atau dewi
2.      Sawicara, bila pikran itu dipusatkan pada siatu objek yang halus yang tidak nyata seperti tanmatra
3.      Sananda, bila pikiran itu dipusatkan pada suatu objek yang halus seperyi rasa indriya
4.      Sasmita, bila pikran ittub dipusatkan pada asmita yaitu anasir rasa aku yang biasanya roh menyamakan dirinya demi ini.
Dengan tahap-tahap pemusatan pikiran seperti tersebut diatas maka kia akan mengalami bermaca-macam alam objek dengan tanpa jasmani fdan meninggalkannya satu persatu hingga akhirnya  citta meninggalkan sama sekali dan orang menjadsi tingkat asaprajna yoga. Untuk mencapai tingkat ini orang harus melaksanakan praktek yoga dengan cermat dan patuh dalam waktu yang lama melalui tahap-tahap yang disebut astangga yoga.[11]
Astangga Yoga
Ajaran Samkhya juga mengatakan bahwa kelepasan itu dapat dicapai melalui pandangan spiritual  pada kebenaran roh se3bagai suatu daya hidup yang kekal yang berbeda dengan badan dan pikiran.
Pandangan spiritual seperti tersebut diatas ini hanya dapat dimiliki bila pikiran itu bersih, tenang, tak digoncangkan oleh apapun juga. Untuk meniongkatkan kebersihan pikiran itu, yoga mengajarkan adanya delapan jalan yang bertahap-tahap yang disebut astangga yoga. Astangga yoga itu ialah:
1.      Yama, pengendalian diri
Terdiri dari:
·         Ahimsa, tidak membunuh-bunhu, tidak menyakiti makhluk hidup
·         Satya, jujur dalam berkata dan berpikir
·         Asetya, tidak mencuri
·         Brahmacarya, mengendalikan nafsu jasmani dan nafsu asmara
·         Aparigraha, tidak menerima pemberian yang tidak penting dari orangb lain
2.      Niyama, pengendalian diri lebih lanjut
Terdiri dari:
·         Sauca, suci lahir batin
·         Santosa, puas dengan apa yang datang dengan wajar
·         Tapa, tahan uji terhadap gangguan-gangguan
·         Swadhyaya, mempelajari buku-buku agama dengan teratur
·         Iswarapranidhana, memusatkan pikiran dan bakti kepada Tuhan
3.      Asana, sikap yang dituntun menjadi sikap duduk yang dituntun menjadi sikap yang kuat dan menyenangkan. Ada bermacam-macam asana padmasana, wirasa bhadrasana dan sebagainya. Yoga mengajarkan bermacam-macam asana untuk memelihara kesehatan dan menyucikan badan dan pikiran. Demikian pula asana-asana ini menyebabkan orang mampu mengendalikan kerja sistem saraf agar terhindar dari goncangan-goncangan pikiran.
4.      Pranayama, pengaturan napas
Terdiri dari puraka yaitu pemasukan napas, kumbhaka yaitu menahan napas dan recaka yaitu mengeluarkan napas. Pengaturan napas berguna untuk mengawasi pemusatan pikiran sebab ia membantu menguatkan badan dan meneguhkan pikiran.
5.      Pratyahara, menarik indriya dari wilayah sasarannya dan menempatkan dibawah pengawasan pikiran. Bila indriya dapat diawasi pikiran maka ia tidak akan berkeliaran pada objeknya namun ia akan mengikuti pikiran.
6.      Dharana, memegang dan memusatkan pikiran pada sasarn yang diingini. Boleh bagian tubuh sendiri, dan objek luar, seperti bulan, arca, dan lin-lain.
7.      Dhyana, pikiran yang tenang pada objek tak tergoyahkan oleh gangguan sekelilingnya.
8.      Samadhi , merupakan tahap terakhir dalam ajaran Yoga. Disini tak ada gerak pikiran dan renungan. Yang ada hanyalah objek renungan yang bercahaya dalam pikiran dan orang sudah tidak menyadari lagi adanya proses pikiran. Tahap ini bukan lagi tahap dalam pengendalian pikiran.[12]
C.     Tuhan dalam ajaran Yoga
Yoga mengakui adanya Tuhan. Adanya Tuhan dipandang bernilai praktis daripadda bersifat teori dan merupakan tujuan akhir dari ssamadhi yoga. Dengan demikian maka yoga bersifat tepori da praktek dalam hubungan Tuhan. Menurut ajaran Yoga Tuhan itu adalah roh yang mengatasi roh perseorangan dan bebas dari segala cacat. Ia adalah ada sempurna kekal abadi, berada dimana-mana, Maha Kuasa dan Maha tahu. Tuhan adalah roh abadi tak tersentuh oleh duka cita. Ia adalah penguasa tertinggi dunia ini. Ia adalah pengetahuan tak terbatas, kekuatan tak terbatas yang membedakan ia dari pribadi-pribadi yang lain.
Bakti pada Tuhan tidak hanya merupakan praktekyoga, tapi juga merupakan saran pemusatan pikiran dan samadhi yoga. Tuhan akan memberikan kurnia yang mulia pada seorang yang bakti pada Nya berupa kesucian dan ketenangan batin. Tuhan melenyapkan semua rintangan jalan orang-orang yang bakti pada Nya, sepertyi duka cita dan menempatkan dalam suasana yang menyenangkan. Namun sementara rahmat Tuhan dapat bekerja dengan menggunakan pada diri kita, maka kita harus siap menerimanya denga jalan cinta kasih, murah hati, jujur, suci, dan sabar.[13]
3.      Penutup
Yoga berarti hubungan antara roh yang berpribadi dengan roh yang universal yang tidak berpribadi. Tokoh nya Rsi Patanjali. Bagian dari Yoga Sutra: samadhi pada, Kibhuti pada, Sadhana p;ada, Kaiwalya pada. Dalam Yoga ada lima etika: Ksipta, Mudha, Wiksipta, Ekagra, Niruddha. Dalam Yoga juga mengenal Astangga Yoga, yaitu tingkatan-tingkatan dalam mencapai kebenaran. Dalam hal ini ada delapan tingkatan, yaitu: Yama. Niyama, Asana, Pranayama, Pratyahara, Dharana, Dhyana, dan Samadhi.
Dalam Yoga juga mengenal adanya Tuhan. Menurut ajaran Yoga, Tuhan itu adalah roh yang mengatasi roh perseorangan dan bebas dari segala cacat. Ia adalah ada sempurna kekal abadi, berada dimana-mana, Maha Kuasa dan Maha tahu. Ia adalah penguasa tertinggi dunia ini.

Daftar Pustaka
·         I Gede Rudia Adiputra, Tattwa Darsana, Jakarta: Dharma Sarathi, 1990.
·         Hindu Batam, Yoga Marga, diakses pada 12-12-2012, dari http://www.hindubatam.com/yoga-marga.html
·         Ida Bagus Wirahaji, Sda Darsana, diakses pada 12-12-2012, dari http://gustu107.blogspot.com/2012/03/yoga-darsana.html
·         Wikipedia, Sad Darshana, diakses pada 12-12-2012 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sad_Darshana


[1] Wikipedia, Sad Darshana, diakses pada 12-12-2012 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sad_Darshana
[2] I Gede Rudia Adiputra, Tattwa Darsana, Jakarta: Dharma Sarathi, 1990, h. 57
[3] Ida Bagus Wirahaji, Sda Darsana, diakses pada 12-12-2012, dari http://gustu107.blogspot.com/2012/03/yoga-darsana.html
[4] Ida Bagus Wirahaji, Sda Darsana, diakses pada 12-12-2012, dari http://gustu107.blogspot.com/2012/03/yoga-darsana.html
[5] I Gede Rudia Adiputra, Tattwa Darsana, h. 57
[6] I Gede Rudia Adiputra, Tattwa Darsana, h. 57
[7] I Gede Rudia Adiputra, Tattwa Darsana, h. 57
[8] Hindu Batam, Yoga Marga, diakses pada 12-12-2012, dari http://www.hindubatam.com/yoga-marga.html
[9] Hindu Batam, Yoga Marga, diakses pada 12-12-2012, dari http://www.hindubatam.com/yoga-marga.html
[10] I Gede Rudia Adiputra, Tattwa Darsana, h. 60-62
[11] I Gede Rudia Adiputra, Tattwa Darsana, h. 60-62
[12] I Gede Rudia Adiputra, Tattwa Darsana, h. 62-65
[13] I Gede Rudia Adiputra, Tattwa Darsana, h. 65

Tidak ada komentar:

Posting Komentar